Reksadana obligasi sering dianggap sebagai pilihan ideal bagi pemula: risikonya lebih rendah dibanding saham, return-nya lebih tinggi dari tabungan, dan dikelola oleh manajer investasi profesional.
Namun, bukan berarti investasi ini bebas risiko. Sama seperti instrumen lain, reksadana obligasi punya beberapa faktor risiko yang wajib dipahami agar kamu tidak kaget saat nilai investasimu berubah.
Memahami risiko bukan untuk membuatmu takut, tetapi agar kamu siap secara mental, tahu cara mengelolanya, dan dapat membuat keputusan investasi yang lebih cerdas.
Mari kita bahas satu per satu dengan bahasa yang mudah dicerna.
Apa Itu Reksadana Obligasi? (Singkatnya Saja)
Reksadana obligasi adalah instrumen investasi yang mengalokasikan mayoritas dananya ke obligasi pemerintah dan korporasi.
Kamu tidak membeli obligasi langsung, tetapi membeli unit reksadana yang sudah berisi kumpulan obligasi terdiversifikasi.
Instrumen ini biasanya dipilih untuk tujuan:
- Jangka menengah (3–5 tahun)
- Persiapan DP rumah
- Dana pendidikan
- Dana darurat tingkat lanjut
- Pengembangan aset dengan risiko moderat
Namun sebelum membeli, kamu wajib tahu risiko-risiko yang bisa memengaruhi performanya.
1. Risiko Suku Bunga: Penyebab Utama NAB Naik-Turun
Ini adalah risiko terbesar pada reksadana obligasi.
Hukum dasarnya:
- Suku bunga naik → harga obligasi turun → NAB turun
- Suku bunga turun → harga obligasi naik → NAB naik
Kenapa bisa begitu?
Karena investor akan memilih obligasi baru dengan bunga lebih tinggi. Akibatnya, obligasi lama jadi kurang menarik dan harganya turun.
Risiko ini sangat mempengaruhi reksadana obligasi, terutama yang portofolionya berisi obligasi dengan tenor panjang.
Tips menghadapi risiko ini:
- Pilih reksadana obligasi dengan durasi portofolio lebih pendek
- Investasi jangka panjang, jangan melihat pergerakan NAB harian
- Diversifikasi dengan reksadana pasar uang atau saham
2. Risiko Pasar: Ketika Sentimen Ekonomi Tidak Bersahabat

Perubahan kondisi ekonomi makro bisa berdampak pada performa obligasi dan reksadana obligasi, seperti:
- Inflasi meningkat
- Ketidakstabilan politik
- Krisis ekonomi global
- Gejolak pasar keuangan
Saat sentimen pasar negatif, investor cenderung melepas obligasi, sehingga harga turun dan NAB ikut tertekan.
Risiko pasar ini tidak bisa dihindari sepenuhnya, tetapi bisa dikelola dengan strategi yang tepat.
3. Risiko Default (Gagal Bayar) pada Obligasi Korporasi
Jika reksadana obligasi berisi obligasi korporasi, ada risiko perusahaan penerbit tidak mampu:
- Membayar kupon bunga
- Mengembalikan pokok utang saat jatuh tempo
Ini disebut risiko gagal bayar (default).
Namun, reksadana obligasi yang berisi obligasi pemerintah lebih aman karena pemerintah lebih kecil kemungkinan mengalami gagal bayar.
Cara mengurangi risiko default:
- Pilih reksadana dengan rating obligasi minimal A atau BBB
- Periksa portofolio melalui fund fact sheet
- Hindari reksadana korporasi yang agresif jika kamu pemula
4. Risiko Likuiditas: Saat Investor Ramai-Ramai Menarik Dana
Jika banyak investor mencairkan dana dalam waktu bersamaan, manajer investasi mungkin harus menjual obligasi secara cepat.
Ini bisa menyebabkan:
- Penurunan harga aset
- Tekanan pada NAB
- Kinerja produk menjadi kurang optimal
Reksadana obligasi yang sehat biasanya memiliki dana kelolaan besar, sehingga risiko likuiditasnya lebih rendah.
Tips: Pilih reksadana dengan dana kelolaan (AUM) yang besar, minimal ratusan miliar.
5. Risiko Manajer Investasi: Kualitas Pengelola Menentukan Kinerja
Tidak semua manajer investasi berkinerja sama.
Manajer investasi yang kurang berpengalaman dapat:
- Salah memilih obligasi
- Tidak cepat merespons perubahan pasar
- Mengambil risiko terlalu besar atau terlalu kecil
Oleh karena itu, reputasi dan track record manajer investasi sangat penting.
Lakukan hal berikut:
- Bandingkan kinerja 3–5 tahun antar produk
- Cek konsistensi return
- Pilih manajer investasi yang memiliki rekam jejak panjang dan stabil
6. Risiko Inflasi: Nilai Uang Bisa Terkikis
Jika inflasi lebih tinggi dari return yang kamu dapatkan, maka nilai riil investasi bisa menurun.
Contoh: Return reksadana obligasi 6% per tahun, sedangkan inflasi 8% → nilai kekayaanmu tetap tergerus.
Meski risiko ini tidak langsung menyebabkan NAB turun, risikonya tetap penting diperhatikan untuk perencanaan jangka panjang.
7. Risiko Perubahan Regulasi
Perubahan kebijakan pemerintah, seperti aturan pajak, aturan investasi, atau kebijakan obligasi negara, dapat mempengaruhi kinerja reksadana.
Ini adalah risiko yang sering diabaikan pemula, tetapi bisa berdampak signifikan.
Bagaimana Cara Mengelola Risiko Reksadana Obligasi?

Supaya lebih aman dan optimal, lakukan strategi berikut:
1. Diversifikasi Produk
Jangan hanya punya satu reksadana obligasi. Kombinasikan dengan:
- Reksadana pasar uang
- Reksadana saham
- Emas
- Deposito
Diversifikasi adalah tameng terbaik menghadapi risiko.
2. Pilih Produk dengan AUM Besar
Semakin besar dana kelolaan, semakin stabil produk tersebut.
3. Pahami Durasi Portofolio
Durasi panjang sensitif terhadap suku bunga.
Durasi pendek lebih aman untuk pemula.
4. Berinvestasi Jangka Menengah hingga Panjang
NAB harian sangat fluktuatif, tapi dalam jangka 2–5 tahun biasanya lebih stabil dan cenderung naik.
5. Rutin Pantau Laporan Bulanan
Kamu bisa melihat:
- Komposisi portofolio
- Kualitas kredit
- Perubahan strategi manajer investasi
Reksadana obligasi adalah instrumen investasi yang cocok untuk pemula karena:
- Return lebih stabil
- Risiko moderat
- Modal terjangkau
- Dikelola profesional
Namun pemahaman risiko sangat penting agar kamu tidak kaget saat NAB berubah atau pasar sedang tidak bersahabat.
Dengan memahami risiko dan cara mengelolanya, kamu bisa menikmati keuntungan reksadana obligasi dengan lebih tenang dan terarah.








